Wednesday 31 July 2013

Bye Mama...Thank You and Love You Always...


19 Juli 2013

Adalah hari tersedih dalam hidupku. Di hari ke 10 bulan Ramadhan 1434. Mama tercinta pergi untuk selamanya. Kepergian yang begitu cepat karena 2 hari sebelumnya kami masih mendengar tawanya saat beliau mendengar tingkah polah Bintang.

Oh mama, maafkan anakmu ini yg tidak sempat berjumpa denganmu untuk terakhir kalinya. Aku rindu pelukan hangatmu dan aroma tubuhmu yang selalu dapat menenangkan aku.

Aku ingat saat aku SD dulu, saat kau harus melaksanakan tugas kantor, menempuh pendidikan di Bandung selama 1 bulan lamanya. Aku begitu merindumu sampai aku tak rela membiarkan daster bekas pakai dirimu dicuci. Di daster itu aromamu begitu lekat. Aroma yg begitu lekat sejak aku baru dilahirkan. Setiap kali aku menciumnya, rasa nyaman dan aman langsung menyelimuti diriku. Itulah sebabnya dastermu selalu menemaniku saat tidur dan tiap kali aku rindu. Tak jarang pula daster itu bermandikan air mata rinduku.

Aku juga ingat saat kau harus dirawat di rumah sakit, saat aku duduk di bangku SMP. Begitu mengetahui dirimu tidak pulang ke rumah krn harus menjalani operasi di rumah sakit, hatiku begitu hancur. Airmataku berderai tak bisa aku kendalikan. Aku takut mama...aku takut sesuatu terjadi padamu dan aku tak bisa bertemu denganmu kembali. Aku takut kehilanganmu mama...

Tapi kau sungguh perempuan yg kuat. Kau kembali pulih dan menemani hari-hariku. Kembali memberikan pelukan hangat dan ciuman untuk putri nakalmu ini.

Dirimu dengan sifat keibuanmu tak pernah lelah untuk mendidik aku menjadi seorang perempuan yg baik, perempuan yg nantinya akan bertindak sebagai istri dan ibu. Mungkin itulah sebabnya kau selalu cerewet mengingatkan aku untuk belajar memasak serta belajar mengurus rumah seperti menyapu, mengepel lantai, mencuci dan menyetrika dan aktifitas rumah tangga lainnya.

Maafkan aku mama karena aku bukan putri yg mudah diberi tahu. Aku dengan sifat keras kepala ku seringkali membuatmu kecewa. Aku seringkali menyangkal apa yg kau suruh. Semakin kuat kau menyuruhku, semakin keras aku mengabaikannya.

Maafkan aku mama karena aku masih jauh dari figur seorang putri yang berbakti. Aku ingat saat aku kecil dulu, bagaimana kau sempat meneteskan air matamu saat aku menolak permintaanmu untuk sekedar memijat tubuhmu yang sudah lelah bekerja karena memenuhi kebutuhanku. Kau memberikan aku penjelasan dan pengertian dengan lembut bahwa kau tak pernah lelah saat dulu mengandung dan membesarkan aku, bahwa yang kau butuhkan saat itu hanyalah bantuan kecil untuk aku mengilangkan sedikit kepenatanmu. Seketika itu aku menangis dan meminta maafmu. Sejak itu aku berusaha untuk tidak mengecewakanmu, meskipun aku tahu aku tidak berhasil sepenuhnya.

Aku tahu, aku banyak sekali mengecewakanmu mama...Meskipun begitu, kau jarang sekali memperlihatkan rasa kecewamu padaku. Aku yakin pasti kau seringkali harus mengelus dada, dan menahan diri. Mungkin, kau pun tak jarang menitikkan air mata kekecewaan itu, tapi kau tak pernah memperlihatkannya kepadaku. Kau malah hadir sebagai sosok yang selalu menerima segala kekurangajaran anakmu ini dengan segala kesabaranmu. Kau selalu hadir sebagai seorang ibu yang selalu siap menyediakan setumpuk kasih sayang serta rasa aman dan nyaman untuk anakmu.

Mama, kau adalah contoh seorang istri dan ibu yang sempurna. Dibalik semua ketidaksempurnaanmu, kau sempurna di mataku. Kau melayani semua kebutuhan papa dengan baik. Kau menahan diri dari segala emosi yang muncul saat mengalami kekecewaan. Kau memperlakukan keluarga papa layaknya keluargamu sendiri. Kau ajari aku untuk melakukan yg sama. Melayani suami dengan baik dan memperlakukan keluarga suami dg hormat dan penuh kasih.

Mama, sebagai ibu kau begitu luar biasa. Bagaimana dirimu menahan keinginan agar dapat membahagiakan anakmu. Kau penuhi segala kebutuhan kami, fisik dan psikis. Kau selalu limpahi kami dg kasih sayang yg tak jarang kami terima begitu saja, taken for granted.

Mama...beribu berjuta kata yang aku coba untai untuk menggambarkan kebaikanmu tak akan pernah cukup. Kau selalu ada untuk ku mama, tapi aku, putrimu malah seringkali tak ada saat kau butuh.

Aku sangat ingat wajahmu dan tatapan matamu yang menyemangatiku saat proses kelahiran putra pertamaku, Bintang Fatih Al Ghazi, yang berlangsung cukup panjang. Kehadiranmu dan genggaman tanganmu disamping kasur bersalin, menambah tenaga untukku. Kau hadir mendampingi aku, rela untuk berdiri disampingku sejak pukul 14.00 sampai 20.00 (6 jam, Ma...). Doa yang tak pernah putus dari mulutmu mempermudah semua proses yang harus aku lewati. Mama...

Aku ingat bagaimana kau tak pernah lupa membaca Al-Fatihah setiap kali kau ingat anakmu sedang akan menghadapi berbagai peristiwa penting. Berkat doamu selama inilah aku dapat menjadi sosok diriku yang sekarang. Aku bisa berhasil menempuh pendidikan dengan baik, mendapatkan pekerjaan yang layak, pasangan yang baik, melahirkan anak-anak yang sehat dan cerdas dan hidup dengan nyaman dan layak saat ini juga tentu atas doamu, Mama...

Maafkan aku mama karena aku justru seringkali tak hadir saat kau membutuhkan aku. Malah, aku sering membuatmu khawatir dengan tidak memberikan kabar kepadamu. Aku anggap kau seperti diriku yang mudah lupa padamu. Padahal kau tak pernah bisa melepaskan bayangan anak-anakmu dari pikiran dan hatimu.

Mama, sekarang kau sudah tiada. Aku tak akan pernah bisa lagi memberikan bantuan yang kau butuhkan (yang tak pernah lagi kau sampaikan sejak aku menikah) ataupun membelikanmu barang-barang indah (yang tak pernah kau minta). Hanya doa yang bisa aku kirimkan untukmu Mama...

Mama, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk menjalankan perintahNya agar aku dapat tergolong sebagai anak shaleh. Allah sudah berjanji bahwa doa anak shaleh akan Dia terima. Aku ingin bisa selalu mendoakanmu mama. Sebagaimana kau selalu mendoakan aku sepanjang hidupmu.
I love u mama, I always will...


*peluk hangat dan kecup jauh dariku untukmu, Mama..*