Monday 7 October 2013

Kue Cubit

Sabtu kemarin pergi ke toko Melati di Passer Baroe (a.k.a Pasar Baru Jakpus). Selalu seneng pergi ke tempat ini karena banyak perabotan rumah yang bisa dibeli. Pas ngubek-ngubek, eh nemu wajan untuk bikin kue pukis. Harganya sekitar Rp. 67.000, bahannya tebel dan halus..jadinya beli deh.
Sesampainya di rumah sebenarnya udah gak sabar pengen ngejajal wajan baru ini, tapi setelah browsing resep kue pukis, kok pake ragi ya...duh, lagi dirumah eyang niy dan gak ada ragi-ragian. Yaah...ditunda dulu deh. Hari minggunya kepikiran Kue Cubit...browsing lagi dan yippeee...gak perlu pake Ragi dan bahannya simple.
Berikut bahannya:
·         150 gr tepung terigu
·         100 gr gula pasir
·         2 butir telur
·         100 ml susu cair
·         ½ sdt baking powder
Caranya tinggal aduk rata seluruh bahan....
·         Wajannya dipanasin dan dioleh margarine dulu,
·         setelah panas tuang adonan ¾ penuh.
·         Tutup wajannya, pake api kecil yaa....
·         setelah beberapa saat, buka dan liat permukaan adonan. Kalo udah mulai berbuih, silakan diberi topping yg disuka (keju atau meises),
·         abis itu dibalik satu-satu biar mateng atas bawah.
·         Tunggu beberapa saat, angkat kue..
·         Segera dioles mentega ke seluruh permukaan kue setelah diangkat ya...biar kuenya tetap lembut walo gak mau langsung dimakan.
Alhamdulillah karena bikinnya hari Minggu sore, pas anak-anak dan ponakan pada baru bangun tidur siang, kuenya langsung ludes dimakan. Cucok deh buat cemilan sore...gampang dan enak..
Gambarnya nunggu bikin lagi ya...(rencana mau bikin buat bekal mas Bin ke sekolah..)



Cheers,
Resti

Thursday 3 October 2013

Children's Learning Disability

Artikel ini saya peroleh dari situs www.babycenter.com karena saya memang subscribe emails dari website itu. Website ini memberikan informasi yang lengkap untuk setiap tahapan perkembangan, mulai baby masih dalam kandungan sampe gede. So it’s very recommended site for new parents like me.

Eh, back to topic...kemarin email yang masuk membahas tentang Children’s Learning Disablity dan membuat saya tertarik untuk klik link-nya dan baca lebih lanjut. Sebagai orangtua yang mengalami Learning Disability (menurut asesmen diri saya sendiri hehehhee...) dan saat ini punya anak-anak yang sedang dalam Golden Period  (1 – 5 tahun), saya ingin mengetahui tentang LD ini supaya saya bisa punya early awareness kalo anak saya menderita LD (mudah-mudahan gak Ya Allah...Aamiin..).

Pada permulaan artikel, Learning Disability dicontohkan dengan perilaku anak yang kalo dibacain cerita, dia ngerti siy...tapi ketika diberikan pertanyaan yang terkait cerita itu sesudahnya, dia akan kesulitan untuk menjawabnya. Atau, seorang anak yang hafal urutan alfabet (A, B, C,..Z), tapi ketika kita tunjukkan hurufnya satu per satu, dia kesulitan atau kebingungan mengenali huruf apa itu.

Katanya, anak dengan Learning Disability ini biasanya punya tingkat intelegensi yang normal atau di atas normal, namun memiliki kesulitan mengekspresikan pengetahuan mereka. Kerena inilah, gak jarang mereka ngalamin rasa frustrasi, kesal / marah (anger), tingkat self-esteem yang rendah, bahkaaan...bisa sampe depresi...(duh!)
Learning Disability ini dibagi menjadi 3 Jenis:
1.       Speech or languae Learning Disability
2.       Reading, Writing, Math Skills Disability
3.       Coordination, motor skills or memory
Beberapa tanda awal yang perlu diperhatikan untuk mengidentifikasi apakah anak kita mengalami Learning Disability:
1.       Terlambat bicara
2.       Masalah pada pengucapan (pronounciation problem)
3.       Sulit belajar kata-kata baru
4.       Sulit belajar membaca
5.       Bermasalah dalam belajar angka, alfabet, nama-nama hari dalam seminggu, atau warna dan bentuk
6.       Tingkat konsentrasi yang lemah
7.       Sulit mengikuti perintah
8.       Kesulitan dalam memegang crayon atau pensil
9.       Kesulitan dalam mengancingkan baju, mengikat atau pasang resleting (zipping)
Sebagai orangtua, seriiing banget kita parno yeee ...maksudnya, takut kalo anak kita kurang begini-begitu, sehingga pas baca beberapa tanda di atas, mikir sendiri dalam hati “duh no. 2 iya, no. 4 iya, no. 6 iya...waduh, apakah berarti.....”

Huaaaa...jangan parno  dulu aaah Mom or Dad, untuk mendiagnosa seorang anak menderita Learning Disability atau tidak, gak sesederhana itu....perlu pengujian dan pengamatan dari seorang ahli perkembangan anak (psikolog anak misalnya). Lagipula, menurut tokoh yang namanya pak Liebman, Learning Disability belum bisa didiagnosa secara kuat sampai si anak duduk di kelas tiga.

Jadi, waspada boleeeh...tapii gak pake berlebihan juga kali yaa... J

Oya, Learning Disabilty itu sifatnya permanen. Oleh karena itu, sebagai orangtua kita harus memberikan dukungan dan mendampingi buah hati dengan pengalaman belajar yang positif. Akan lebih baik bila orangtua fokus pada kelebihan-kelebihan yang dialami sang buah hati.

Karena gak jarang anak yang menderita Learning Disability ini memiliki self-esteem yang rendah (gak pede dan menilai dirinya terlalu rendah), orangtua perlu memberikan dorongan terhadap skills dan minat yang dimiliki buah hati tercinta. Selain dorongan, 2 hal penting lainnya adalah Cinta (Kasih Sayang) dan Kesabaran. In Shaa Allah ya bun...namanya orangtua, kita pasti cintaaaa banget sama anak-anak kita dan tentunya mau memberikan kesabaran extra buat mereka.

Naah, selain dukungan itu...ada baiknya orangtua juga cari ahli yang punya ilmu dan kemampuan yang bisa menolong buah hati kita...kalo diperlukan, ikut juga dalam konseling psikologis.

Oceh deh...sekian ringkasan artikel yang saya baca. Gak lengkap memang (kalo mau lengkap, silakan meluncur ke web-nya atau cari sumber-sumber lain ya...). Saya menuliskan ini sebenarnya untuk saya, karena topik ini menarik untuk saya dan saya tulis di blog untuk memudahkan saya membacanya J

Cheers,
Resti