Thursday 25 February 2016

Pola Asuh Anak Yang Ibunya Bekerja

Ini BUKAN tulisan saya yaaa....

Blog ini seringkali saya gunakan untuk kepentingan pribadi, agar memudahkan membaca topik yang menarik dan bermanfaat buat saya.

Tulisan ini saya dapet dari hasil share mbak Swietania (bunda Rigon, teman anak saya) dari Grup Whatsapp. Biasaa yaa, kalo di grup pasti banyak yang share, tapi akhirnya susah dicari lagi karena ketumpuk messages atau foto2 yang banyaknyaaa ampuun... :)

Wokeh, jadi tulisan ini sebenarnya merupakan resume dari acara Indonesia Morning Show NET TV tanggal 24 Feb 2016 yang menampilkan narasumber ibu Elly Risman, Psi.


Yang Hilang Dari Ibu Bekerja

1. Attachment (kelekatan)

Bukan dari segi fisik, melainkan dari jiwa ke jiwa. Dengan kurangnya attachment ini, maka rangsangan ke otak juga berkurang. Saat di scan, anak dengan attachment yang cukup akan lebih berwarna dibandingkan yang kurang.



2. Waktu

Waktu terbagi 2, yaitu Real Time dan Moment. Moment di mana anak mulai berjalan, mulai bicara dsb. Ada kebutuhan anak yang tidak dapat dipenuhi oleh Ibu disini.



3. Komunikasi

Saat anak beranjak dewasa, komunikasi biasanya lebih banyak menggunakan media handphone. Tidak ada ekspresi yang bisa ditangkan dari sana.



Orangtua harus menyadari 3 poin yang hilang tersebut. Otak akan bekerja sesuai dengan kebiasaan yang terbentuk. Pada ibu yang bekerja, dalam otaknya mau tidak mau porsi pikirannya akan lebih didominasi oleh masalah pekerjaan. Akhirnyaa....porsi anak juga akan berkurang secara otomatis.

Switching harus didorong oleh kesadaran yang besar, dukungan keluarga dan upaya dari orang yang bersangkutan.



Jadi bagaimana menyiasatinya??

1. Attachment

Saat pulang, ambil jarak antara pekerjaan dengan tanggungjawab sebagai ibu / ayah. Lepaskan semua beban pekerjaan di tempat kerja, entah itu tugas yang masih belum terselesaikan atau kemacetan di jalan yang membuat stress.

Kita harus selalu ingat bahwa ketika diamanahi seorang anak, maka kita bertanggung jawab penuh pada Allah Swt.

Gunakan waktu untuk lebih banyak mengobrol, memeluk, membaca bahasa tubuh, dan mendengarkan perasaan anak. Ini bukan masalah Quality Time Vs. Quantity Time. Tidak akan mungkin ada Quality Time tanpa adanya Quantity Time.



2. Komunikasi

Kita harus pandai membaca bahasa tubuh dan menebak perasaannya agar anak merasakan adanya penerimaan.




30 menit sebelum sampai rumah kita harus focus. Tinggalkan semua pikiran tentang Gadget.



Camkan dalam hati, "anakku sudah menunggu di rumah, anakku bisa saja sewaktu-waktu diambil oleh Pemiliknya, saya harus memenuhi atau membayar waktu kala tidak berasa di sampingnya"



Jika tubuh terlalu lelah, sedangkan anak terlalu crancky, beri batasan pada anak, "Maaf ya nak...Ibu / Ayah capek, kalau kamu begitu terus, ibu / ayah bisa marah, sebentar ya..."
Lalu usahakan untuk menenangkan diri sendiri, bisa dengan shalat, mandi atau hal lainnya. Pikirkan lagi dalam-dalam bahwa hutang waktu pada anak HARUS dibayar.



Kalo sangat terpaksa menggunakan babysitter, maka camkan dalam hati bahwa dia hanyalah asisten. Kita juga harus telusuri riwayat babysitter dengan baik. Bagaimana latar belakang keluarganya? Pola asuh ayah dan ibunya? Karena secara langsung akan memengaruhi caranya dalam merawat anak kita.
Jangan pula lupa untuk cek HPnya untuk mengetahui adanya pornografi / tidak. Hal terakhir ini adalah poin yang seringkali terlewatkan pada kebanyakan keluarga saat ini.

How To Be More Patient With Your Kids

Sebagai orangtua dari 2 anak kecil (5y & 3.5y) yang, Alhamdulillah, aktiiif pisaan....seringkali bikin saya sering tarik napas...hembus...tarik napas...hembus...sabaaar...sabaaar...sabaaar...

Tapiii...gak jarang juga saya berubah jadi "Gunung Meletus" atau kata anak saya, "Umi galak kaya macaaan...Rrrraaarr....." dalam menghadapi tingkah polah mereka.

Nah...pas browsing di FB, ketemu artikel dari http://kidsactivitiesblog.com/81196/how-to-be-more-patient-with-your-kids

Coba yaah saya ketik kembali disini biar apa coba....biar gampaaang nginget2 tipsnya karena saya perlu bangeet inii...

Berdasarkan artikel tersebut, ada beberapa cara untuk bisa tetap bersabar dalam menghadapi anak-anat, antara lain:


1. Perlakukan keluarga kita seperti kita memperlakukan tamu di rumah

Biasanya, kita kalo memperlakukan tamu kan dengan sopaaan dan penuh kesabaran ya...Nah, kali ini coba perlakukan anak2 di rumah seperti kita memperlakukan tamu. Coba deh sekitar semingguan, katanya anak2 juga akan melakukan hal yang sama kepada kita.



2. Istirahat yang Cukup

Sama aja kaya anak yang suka cranky kalo ngantuk, kita juga gitu looh....Makanyaaa coba ya untuk bisa tidur malam sekitar 7 jam...
Buat saya ini agak PR ya....abis saya suka nakal sii....Kalo anak2 tidur, itu kan waktunya ME TIME yaaa, saat2 dimana saya bisa browsing atau nonton tipi sambil nyemil cantik dan gak terasa tau2 udah jam 12 maleem aja....Nah, besok pagi kudu bangun jam 5 pagi. Gimana mau tidur 7 jam kalo beginii...heheheee...



3. Hindari adu Argumen sama Anak

Adu argument sama anak cuma bakal frustrasi. Nah kalo kita frustrasi, anak akan lebih merasa frustrasi. Buatlah peraturan yang jelas dan stick to it. Selain itu, coba tunjukkan rasa empati kepada anak ketika mereka tidak dapat memperoleh apa yang mereka inginkan.



4. Be Prepared

Cobalah untuk mempersiapkan segal sesuatu dengan lebih baik. Misalnya, siapin barang2 anak seperti seragam dan perlengkapan sekolah di malam sebelumnya, jadi besok paginya gak perlu grasak grusuk gitu kan yaaa...



5. Banyak Minum dan makan yang sehat yaa...

Inget mom : Lo Rese' Kalo Laper....(heheheee...)



6. Olahraga

Ini juga PR bangeeet buat saya karena malees cyiin... :) Padahal, kl kita olahraga tubuh akan mengeluarkan hormone endorphin yang akan bikin kita happy. Ayoo Res, olahraga (#NgomongSendiri)



7. Take a Break

Kalo abis marah, coba yaaa istirahat sebentar sekitar 30menit biar kita tenang dan anak-anak juga tenaaang...



8. Inget kalo kita itu Role Model buat Anak



9. Coba sadari dimana sebetulnya masalah itu.

Apa betul kita marah karena anak-anak "nakal", ataaaauuu mungkin kita lagi kesel sama suami, atau pusing karena kerjaan kantor.



10. Minta Maaf Kalo Salah

Orangtua itu bukan dewa yang gak pernah salah ya....Kalo kita terlanjur marah sama anak, padahal dia gak salah (lihat poin 9), jangan ragu untuk minta maaf yaaa..



11. Coba Berbisik yuuk...

Kalo biasanya kita menggunakan nada suara yang tinggi dan volume kencang ketika mulai gak sabar ama anak (eh kok kita...lo aja kaliii res...#diprotesYgBaca) , coba sekarang pake teknik berbisik...katanya sukses loh..



12. Anak Meniru Kita..??

Coba yah dilihat lagi ketika anak-anak mulai "berulah" dan bikin kita gak sabar, cobaaa.....jangan2 perilakunya itu meniru kita looh...Kalo iya, yuuk kita perbaiki sama-sama :)



13. Memuji satu sama lain

Coba yuk memberi pujian kepada anak-anak dan pasangan, sehingga mereka pun akan memuji kita juga. Tapiiii...gak berlebihan juga yaa... :)



14. Hargai dan beri waktu untuk diri sendiri.

apakah kita type yang gampang marah....? kl ya, coba maafkan diri sendiri dulu dan yuk coba sedikit demi sedikit berubah. Perubahan butuh waktu dan proses...

Kalo dalam prosesnya tiba2 kita marah gak karuan lagi sama anak2, coba inget tujuan kita punya anak (note to me: anak itu amanah Allah ya Rees....), pandangi baik-baik mereka (they're actually so cute lho res....), maafkan diri kita dan coba ubah lagi perilaku kita...

Yang penting, hari ini harus lebih baik dari kemarin ya Res....dan begitu pula besok HARUS lebih baik dari hari ini, InsyaAllah...



#NoteToMySelf








Tuesday 16 February 2016

Mati Rasa

pertama kali bolos sekolah...
rasanya berdebar luar biasa...
takut ketahuan dan dimarahi orangtua, takut dihukum guru...
bolos berikutnya....
rasa takut berkurang...
bolos lagi....
rasa takut menghilang...
mulai mati rasa...


pertama kali berbohong....
rasa berdebar luar biasa...
rasa bersalah dan takut ketahuan memenuhi rasa di dada...
berbohong berikutnya....
debaran itu mulai berkurang, rasa bersalah sedikit memudar...
berbohong lagi...
mulai mati rasa...


pertama kali meninggalkan anak saat bekerja...
rasa sedih dan rasa bersalah menggemuruh di dalam dada...
air mata berurai tidak terkira...
minggu dan bulan berikutnya meninggalkan anak bekerja...
rasa sedih dan bersalah mulai memudar..
air mata tidak lagi ada, langkahpun kian ringan terasa..
tahun-tahun berikutnya meninggalkan anak bekerja...
mulai mati rasa...


pertama kali meninggalkan shalat...
berdebar hati begitu terasa...
rasa bersalah memenuhi dada...
rasa takut terus ada...
kedua kali meninggalkan shalat...
debaran itu tak begitu berasa...
rasa bersalah samar terasa...
kesekian kali meninggalkan shalat...
mulai mati rasa...


Mungkin inilah yang terjadi saat diri ini mengabaikan apa yang disebut suara hati
Suara yang awalnya lantang bersuara, lama-lama semakin samar  karena selalu diabaikan
Saat itu mulailah hati menjadi beku
Mulailah mati rasa...



#RenunganCommuterLinePagiIni